Pansel KPK Klaim Tak Temukan Pelanggaran Etik Firli Selama Seleksi Capim

Pansel KPK Klaim Tak Temukan Pelanggaran Etik Firli Selama Seleksi CapimIrjen Pol Firli Bahuri. ©Liputan6.com/Johan Tallo

 Nama Irjen Firli Bahuri terus jadi perbincangan usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan konferensi pers. Dalam konferensi persnya, KPK menyebutkan Firli diduga telah melakukan pelanggaran etik berat.
Soal itu, Anggota Pansel Capim KPK Indriyanto Seno Adji menyatakan, Firli memiliki basis level konsistensi terbaik sejak seleksi tahap administratif, uji kompetensi baik objective test dan pembuatan makalah. Begitu pula saat tes psikotes, pemeriksaan, profile assessment, test kesehatan hingga wawancara atau uji publik.
"Bahkan dapat dikatakan dalam posisi terbaik yang dapat dipertanggungjawabkan sejak awal dengan 386 Capim sampai dengan 10 nama capim. Dan ini sudah menjadi keputusan bulat pansel," tutur Indriyanto dalam pesan singkat, Kamis (12/9).
Indriyanto menyebut, selama seleksi pun Pansel Capim KPK sudah melakukan pemeriksaan silang terhadap Firli. Mulai dari hasil rekam jejak dari BIN, BNPT, BNN, PPATK, Polri, Kejaksaan, bahkan dari KPK sendiri.
"Khusus KPK, hasil rekam jejak yang diserahkan langsung oleh Deputi PIPM KPK telah dilakukan uji silang dengan rekam jejak dari lembaga-lembaga tersebut," jelas dia.
Pansel, kata dia, tidak menemukan keputusan Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK yang memutuskan secara definitif pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli, sebagaimana data yang disampaikan KPK.
"Pansel tidak menemukan sama sekali wujud Keputusan DPP formil yang memutuskan secara definitif adanya pelanggaran berat etik dari FB," ujar Indriyanto.
Lebih lanjut, Firli sendiri telah mengklarifikasi polemik dugaan pelanggaran etik itu saat tahap wawancara atau uji publik. Sementara, Pansel KPK juga telah mendalami masukan dari lembaga antirasuah itu sendiri, hingga masyarakat sipil.
Namun tetap juga tidak menemukan keputusan formal DPP KPK atas pelanggaran etik Firli. "Kecuali pernyataan, rumusan-rumusan dan ucapan-ucapan obscuur yang dapat menciptakan stigma dan labelisasi negatif kepada Capim," kata Indriyanto.
Kondisi seperti ini, sambungnya, dapat menciptakan kesalahpahaman pernyataan dan bahkan pembunuhan karakter, yang tentunya merugikan capim.
"Apalagi bila pernyataan ini justru untuk menciptakan labelisasi stigma negatif dari tujuan eliminasi tahapan fit and proper test capim di DPR," Indriyanto menandaskan.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang menegaskan bahwa terdapat dugaan pelanggaran berat yang dilakukan oleh Mantan Deputi Bidang Penindakan KPK, Irjen Firli.
"Perlu kami sampaikan hasil pemeriksaan direktorat pengawasan internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat (terhadap Firli)," kata Saut.
Firli sebelumnya diduga telah melanggar kode etik dengan bertemu Tuan Guru Bajang (TGB) yang saat ini berkapasitas sebagai saksi dalam kasus dugaan suap PT Newmont. Namun dia telah mengeluarkan bantahan atas tudingan tersebut.
"Saya tidak melakukan itu tapi kalau bertemu, iya. Saya bertemu pada 13 Mei 2018," jelas Firli saat menjawab pertanyaan Tim Pansel Capim KPK.
Firli mengaku, tujuannya pergi ke Nusa Tenggara Barat karena ada keperluan serah terima jabatan yang harus dihadiri.
Dia mengklaim sudah meminta izin ke pimpinan KPK untuk hal itu. Sesampainya di lokasi, Firli diajak bermain tenis bersama petenis nasional bernama Panji. Secara kebetulan, menurut dia, TGB datang menghampiri.
"Saya dateng 6.30 (WIT), dan 9.30 (WIT) TGB dateng. Saya tidak mengadakan pertemuan tapi bertemu iya, dan masalah ini sudah diklarifikasi ke pimpinan," jelas Firli.
Konferensi pers tentang dugaan pelanggaran berat calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) Firli Bahuri menuai polemik. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berpendapat, konpers tersebut tidak sah.
Hal itu disampaikan Alex saat dicecar Komisi III DPR tentang konpers yang dilakukan oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pada Rabu 11 September 2019.
Mulanya, Alex menyebut bahwa tiga pimpinan dari lima pimpinan KPK sepakat untuk menghentikan proses etik itu karena Firli Bahuri yang saat itu menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK sudah ditarik kepolisian. Firli pun diberhentikan dengan hormat oleh KPK dengan keputusan kolektif kolegial.
"Yang jelas tiga pimpinan ingin kasus Pak Firli disetop, karena yang bersangkutan sudah diberhentikan dengan hormat," ujar Alex saat uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Sejumlah anggota Komisi III pun merasa jawaban Alex kurang lugas. Alex didesak untuk memberi pendapat terkait sah tidaknya konpers tersebut. Anggota Komisi III, Erma Suryani Ranik kemudian bertanya kepada Alex.
"Apakah saudara calon, setuju bahwa salah satu pimpinan KPK, atas nama Saut Situmorang itu, melakukan tindakan ilegal?" tanya Erma.
"Saya kan harus bertenggang rasa juga terhadap tindakan pimpinan KPK yang lain juga. Yang bersangkutan, meskipun, yah ini kok seperti ini, tapi prinsipnya, mekanisme pengambilan keputusan di pimpinan seperti itu, kalau tiga orang, ya sudah, naik, apapun putusan pimpinan itu kolegial, dianggap kolegial," jawab Alex.
"Tiga putusan pimpinan sudah dianggap kolegial, karena otomatis itu disetujui, tetapi kalau 3 menyatakan berhenti, kemudian yang 1 masih jalan, bertentangan dengan apa yang tiga pimpinan, saya pikir itu, ya, enggak sah juga," lanjutnya.
"Berarti jawabannya enggak sah, ya pak?" tanya Erma kembali.
"Menurut pendapat saya seperti itu," jawab Alex.
Reporter: Nanda Perdana Putra [ray]
Share:

Recent Posts